Selasa, 16 November 2010

Tangisan Gayus; Drama "Air Mata Buaya" Season-2

Ketika menyebut nama Gayus, maka aku ingat pada kata "jayus". Arti dari kata "jayus" ini masih sulit untuk kuterjemahkan secara harfiah, paling-paling hanya bisa kuperkira-kirakan saja artinya. Ketika menyebut nama Gayus, aku juga teringat dengan satu merk minuman instant berupa serbuk. Entah apa hubungan antara Gayus, jayus, dan merk minuman instant tersebut. Yang pasti, diakui atau tidak, Gayus telah menyedot perhatian kita.

Menurutku, Gayus bolehlah disejajarkan dengan nama-nama besar lainnya. Pendahulunya adalah Edi Tansil, kemudian Anggodo, dan kini Gayus. Kalau dijadikan merk produk, sepertinya nama Gayus cukup menjual. Kalau dijadikan nama band, mungkin akan segera laku di pasaran. Kalau sekarang ini diadakan Pemilihan Presiden dan Gayus dijadikan sebagai salah kandidatnya, mungkin "tokoh besar" kita ini akan menjadi kandidat yang terkuat kansnya.

Kemarin di persidangan, Gayus meneteskan air mata sembari mengakui bahwa foto yang tersebar di media massa yang dikatakan mirip dirinya di Bali itu tak lain memang itu benar adalah dirinya. Entah apakah itu tangisan kesedihan, keharuan, atau mungkin tak lebih hanya mengejek institusi penegak hukum di negeri ini. Melihat tangisan Gayus, kita diingatkan dengan tangisan yang mungkin hampir sama sekitar setahun yang lalu ketika seorang petinggi dari institusi penegak hukum negeri ini meneteskan air mata di hadapan para anggota DPR pada Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR dengan institusi penegak hukum tersebut. Ketika itu, seorang sastrawan menuliskan pada update status situs jejaring sosialnya bahwa setelah melihat tangisan petinggi institusi penegak hukum itu barulah ia mengerti makna dari frase "air mata buaya".

Melihat semua drama ini, kita hanya bisa "tersenyum". Gayus…, oh Gayus…, sebegitu hebatnyakah dirimu? Hebat karena institusi penegak hukum di negeri ini menjadi tak berdaya ketika berhadapan denganmu. Hebat karena walaupun berstatus sebagai tahanan, tapi engkau masih bebas pergi ke mana-mana yang kau sukai. Hebat karena walaupun berstatus sebagai tahanan, tapi engkau lebih banyak berada di luar tahanan. Kalau sudah seperti ini, kau memang layak diangkat menjadi Pahlawan Nasional setelah nanti kau tiada dari alam dunia ini, yaitu pahlawan bagi para koruptor, bagi para maling, bagi para mafia dan pelaku tindak kriminal di Negeri Para Bedebah ini, di Republik Mimpi Buruk ini. []







Hanafi Mohan
Ciputat, Selasa 16 November 2010
16:50-07:46 WIB



Sumber foto: http://nasional.kompas.com/
Tulisan ini dimuat di: http://hanafimohan.blogspot.com/

0 ulasan:

Posting Komentar