Hikayat Dunia

Kita hanya pengumpul remah-remah | Dari khazanah yang pernah ada | Kita tak lebih hanya penjaga | Dari warisan yang telah terkecai ||

Pontianak Singgah Palembang

Daripada terus berpusing-pusing di atas Negeri Pontianak, yang itu tentu akan menghabiskan bahan bakar, maka lebih baik pesawat singgah dahulu ke bandar udara terdekat. Sesuai pemberitahuan dari awak pesawat, bandar udara terdekat adalah Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II, Negeri Palembang.

Mudék ke Ulu

Pasangan dari kate “ulu” ielah “mudék”. Kate “mudék” beakar kate dari kate “udék”. Udék bemakne "sungai yang sebelah atas (arah dekat sumber)", "daerah di ulu sungai", juga’ bemakne "kampong halaman (tempat beasal-muasal)".

Soal Nama Negeri Kita

Belakangan ini kiranya ramai yang berpendapat ini dan itu mengenai asal usul dan makna nama "pontianak" kaitannya dengan Negeri Pontianak. Tapi apakah semua yang didedahkan itu betul-betul dipahami oleh masyarakat Pontianak?

Kampong Timbalan Raje Beserta Para Pemukanya [Bagian-3]

Selain banyak menguasai berbagai bidang keilmuan, beliau juga banyak memegang peran dalam kehidupan kemasyarakatan. H.M. Kasim Mohan yang merupakan anak sulong (tertua) dari pasangan Muhammad Buraa'i dan Ruqayyah ini merupakan seorang Pejuang di masanya.

Musik Motivasi Setahun Silam

“Satu Kursi untuk Seniman”, begitu tagline kampanyenya. Tekadnya untuk memajukan Kalbar lewat industri kreatif tentu patut diapresiasi. Melalui industri kreatif diharapkannya dapat menjadi jembatan menjulangkan budaya yang memayungi Kalimantan Barat.

Sultan Pontianak; Umara' dan 'Ulama

Kegemilangan Negeri Pontianak salah satunya diasbabkan kepemimpinan para Sultan-nya yang arif dan bijaksana. Sultan-Sultan Pontianak selama masa bertahtanya rata-rata memiliki dua peranan, yaitu berperan sebagai umara', sekaligus berperan sebagai 'ulama.

Puisi Buya Hamka untuk Muhammad Natsir

Kepada Saudaraku M. Natsir | Meskipun bersilang keris di leher | Berkilat pedang di hadapan matamu | Namun yang benar kau sebut juga benar ||

Sabtu, 28 November 2009

Bertahtakan dan Ditasbihkan


Akhir-akhir ini tak jarang kita membaca tulisan yang salah kaprah menempatkan kata. Seakan-akan kata yang dituliskan itu sudah tepat dan sesuai dengan maksud dan konteks kalimatnya. Sebagai contoh kalimat berikut ini: Raja kami kemarin ditasbihkan. Di atas kepalanya terlihat mahkota yang bertahtakan intan.

Sekilas kalimat tersebut sepertinya tak ada kesalahan. Tapi, cobalah dicermati lagi kalimat tersebut. Kekeliruannya sangat terang, namun sering diulang-ulangi dituliskan dan diucapkan oleh sebagian dari kita, bahkan oleh kalangan akademis dan berpendidikan sekalipun.

Raja kami kemarin ditasbihkan, berarti raja tersebut kemarin dijadikan sebagai puji-pujian kepada Allah atau dijadikan sebagai untaian butir manik-manik yang dipakai untuk menghitung ucapan tahlil, tasbih, dan sebagainya. Hal ini karena tasbih berarti puji-pujian kepada Allah dan mengucap subhanallah atau untaian butir manik-manik yang dipakai untuk menghitung ucapan tahlil, tasbih, dan sebagainya.

Lantas, apakah penempatan kata "tasbih" pada kata "Raja kami kemarin ditasbihkan" salah? Memang, jika dilihat dari konteks kalimatnya, penempatan kata "tasbih" dalam kalimat tersebut salah besar. Kalau begitu, mengapakah selama ini kata "tasbih" sering ditemui dalam kalimat seperti itu? Itulah yang namanya kekeliruan, sering dituliskan dan diucapkan, tapi jarang sekali yang menyadarinya bahwa hal tersebut keliru.

Kata yang tepat untuk kalimat tersebut adalah "tahbis". Sehingga kalimat yang benar adalah sebagai berikut: Raja kami kemarin ditahbiskan. Ditahbiskan artinya adalah disucikan (diberkati) untuk keperluan keagamaan. Kata "tahbis" biasanya dijumpai pada ritual Agama Kristen (Nasrani). Bukan hanya raja yang biasanya melalui ritual ini, melainkan juga pendeta, orang biasa (awam), bahkan juga binatang.

Lantas bagaimanakah dengan kalimat berikut ini: Di atas kepalanya terlihat mahkota yang bertahtakan intan. Bertahta artinya adalah menjadi raja atau memerintah (negeri). Bisa juga artinya berkuasa atau bersemayam. Jadi, kalimat: Di atas kepalanya terlihat mahkota yang bertahtakan intan artinya adalah: mahkota tersebut menjadi raja atau memerintah negeri intan. Bisa juga berarti mahkota tersebut berkuasa atau bersemayam intan.

Kata yang tepat untuk kalimat tersebut adalah "bertatahkan", yang artinya adalah diberi bepermata (intan dan sebagainya). Sehingga kalimat yang tepat adalah: Di atas kepalanya terlihat mahkota yang bertatahkan intan. Mahkota yang bertatahkan intan berarti mahkota tersebut diberi bepermata intan.

Raja kami kemarin ditahbiskan. Di atas kepalanya terlihat mahkota yang bertatahkan intan. Tahbis, bukannya tasbih. Ditahbiskan, bukannya ditasbihkan. Tatah, bukannya tahta. Bertatahkan, bukannya bertahtakan. [Hanafi Mohan – Ciputat, 27-28 November 2009]


Sumber gambar: http://mela1.blogspot.com/




Tulisan ini dimuat di: http://hanafimohan.blogspot.com/

Minggu, 08 November 2009

Negeri Para Bedebah


Oleh : Adhie M. Massardi



Ada satu negeri yang dihuni para bedebah
Lautnya pernah dibelah tongkat Musa
Nuh meninggalkan daratannya karena direndam bah
Dari langit burung-burung kondor jatuhkan bebatuan menyala-nyala

Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?
Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah
Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah
Atau jadi kuli di negeri orang yang upahnya serapah dan bogem mentah

Di negeri para bedebah
Orang baik dan bersih dianggap salah
Dipenjarakan hanya karena sering ketemu wartawan
Menipu rakyat dengan pemilu menjadi lumrah
Karena hanya penguasa yang boleh marah
Sedang rakyatnya hanya bisa pasrah

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah
Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum
Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Usirlah mereka dengan revolusi
Bila tak mampu dengan revolusi,
Dengan demonstrasi
Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi
Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan



http://hanafimohan.blogspot.com/

Republik Mimpi Buruk


Oleh: Effendi Ghazali



Wahai anak-anakku di Republik Mimpi Buruk
malam ini nikmatilah bermimpi jadi kepala polisi
sebab polisi bisa menyebut fakta sesuka hati
di depan DPR yang tak akan menghakimi
malah DPR ramai-ramai memuji
ditambah cium pipi kanan-kiri
sehingga penonton TV menahan geli hi hi hi

Wahai anak-anakku di Republik Mimpi Buruk
malam ini jangan bermimpi jadi Superman
tapi mimpilah menjadi Super Anggodo
sebab Superman tidak bisa mengatur-atur polisi
tapi Super Anggodo bisa mengatur jaksa dan polisi
bahkan menyatakan didukung orang nomor satu di negeri ini
lucunya lagi, presiden terkesan tidak sakit hati
buktinya sampai saat ini presiden belum melaporkan Super Anggodo ke polisi
hingga polisi bilang tak punya bukti
dan Super Anggodo bisa melenggang menahan geli hi hi hi

Wahai anak-anakku di Republik Mimpi Buruk
jika dalam mimpimu ingin menyanyi
jangan lagi sebut namaku tiga kali
Bento-Bento-Bento
tapi gantilah syairnya menjadi:
sebut namaku tiga kali: Super Anggodo-Anggodo-Anggodo
sebab di internet, Super Anggodo kini telah memakai seragam Kapolri

TAPI wahai anak-anakku di Republik Mimpi Buruk
JANGAN PERNAH SEKALI PUN MEMBENCI INSTITUSI
baik itu KPK, Kepolisian, Kejaksaan, atau Kepresidenan
karena tak pernah ada negeri bisa maju di muka bumi
tanpa KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dan Kepresidenan
yang BERINTEGRITAS TINGGI

Jadi, wahai anak-anakku di Republik Mimpi Buruk
cukuplah bermimpi mengusir orang-orang buruk dari institusi
all the president's men yang hampir kehilangan empati
sementara ketidakadilan merajalela, angka kemiskinan selalu dinyatakan menurun
dan faktanya, hanya di Republik Mimpi Buruk, angka kemiskinan selalu menurun
karena korupsi, angka kemiskinan selalu menurun pada anak dan cucunya


~ Jakarta, 8 Nov 2009 ~



http://hanafimohan.blogspot.com/

Sabtu, 07 November 2009

Penguatan Civil Society melalui Internet


Masyarakat madani (civil society) merupakan salah satu unsur penting penopang tegaknya demokrasi. Dua di antaranya yaitu negara hukum (rechtsstaat atau the rule of law) dan aliansi kelompok strategis. Perwujudan masyarakat madani secara kongkrit dilakukan oleh berbagai organisasi-organisasi di luar negara (non government organization/NGO) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Konsep rechtsstaat mempunyai ciri-ciri: adanya perlindungan terhadap HAM, adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan HAM, pemerintahan berdasarkan peraturan, adanya peradilan administrasi. Sedangkan the rule of law dicirikan oleh adanya supremasi aturan-aturan hukum, kesamaan kedudukan di depan hukum (equality before the law), dan jaminan perlindungan HAM.

Aliansi kelompok strategis terdiri dari partai politik (political party), kelompok gerakan (movement group), dan kelompok penekan atau kelompok kepentingan (pressure/interest group).

Kelompok gerakan misalkan organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI), dan organisasi masyarakat (ormas) lainnya.

Kelompok penekan atau kelompok kepentingan misalkan organisasi profesionalitas seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Pengusaha Muda Indonesia (IPMI), Asosiasi Ilmuwan Politik Indonesia (AIPI), dan sebagainya. Termasuk juga dalam kelompok penekan atau kelompok kepentingan ini yaitu pers yang bebas dan bertanggung jawab, kalangan cendekiawan, serta sivitas akademika kampus, yang merupakan kelompok penekan yang signifikan untuk mewujudkan sistem demokratis dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan.

Bersama kelompok politik, kedua kelompok dua terakhir (kelompok gerakan dan kelompok penekan/kepentingan) ini dapat saling bekerjasama dengan kelompok lainnya untuk melakukan oposisi terhadap pemerintah.

Akhir-akhir ini tentunya kita menyaksikan betapa ketiga unsur penting penopang tegaknya demokrasi ini (negara hukum, masyarakat madani, dan aliansi kelompok strategis) menjadi harapan masyarakat ketika pemerintahan diindikasikan menjadi cenderung otoriter dan kekuasaan diindikasikan menjadi cenderung corrupt. Ditambah lagi betapa besarnya koalisi partai pendukung pemerintah, sehingga kalaupun ada partai yang beroposisi terhadap pemerintah, maka jumlahnya tak terlalu signifikan untuk mengontrol dan mengkritisi kinerja pemerintah serta mengimbangi berbagai kebijakan pemerintah melalui parlemen.

Demi terciptanya penguatan masyarakat madani, selain terdapatnya berbagai LSM, kini penguatan tersebut semakin lebih cepat dan massal melalui media internet. Melalui situs jejaring sosial semacam Facebook ataupun Twitter misalkan, penyebaran informasi, pembentukan opini, dan dukungan terhadap suatu kasus misalkan akan semakin mudah. Dan ini adalah kekuatan yang begitu besar yang tak bisa dianggap remeh oleh pihak penguasa. Selain melalui situs jejaring sosial, sebelumnya juga telah didahului dengan media blog sebagai salah satu media penyebar informasi yang kemudian dikenal sebagai citizen journalism.

Setelah sebelumnya kasus Prita Mulyasari, rasa keadilan masyarakat akhir-akhir ini juga kembali terusik, yaitu pada penahanan Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah yang tak lain adalah dua orang pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) non aktif. Alasan yang diajukan pihak kepolisian memang tak beralasan dan cenderung dibuat-buat dan dipaksakan. Padahal dua orang pimpinan KPK non aktif itu telah bekerjasama dengan baik kepada pihak kepolisian. Yang pasti, kita secara umum sudah mengetahui hal ini dari pemberitaan media massa.

Mendapati ketidakadilan dan kezaliman seperti ini dari pihak penguasa, apakah kemudian publik (masyarakat) berdiam diri saja? Tentu tidak. Masyarakat beramai-ramai mengungkapkan pendapatnya dan menunjukkan perasaannya melalui berbagai media, dari media konvensional semacam demonstrasi dan unjuk rasa, hingga media elektronik semacam jejaring sosial di internet seperti Facebook dan Twitter. Lantas ke mana dan di manakah wakil rakyat kita yang bertahta di DPR/MPR?

Ternyata para wakil rakyat kita tidak cukup tanggap terhadap permasalahan yang sedang gonjang-ganjing di masyarakat ini. Dan memang sudh menjadi rahasia umum bahwa masyarakat sudah lama tidak percaya dengan para wakil rakyat. Akhirnya jadilah jejaring sosial semacam Facebook dan Twitter, dan media di internet lainnya seperti Blog menjadi tempat berkeluh-kesah dan mengungkapkan mengenai permasalahan negeri ini.

Sungguh fantastis, hanya dalam hitungan hari, dukungan masyarakat terhadap dua pimpinan KPK non aktif agar ditangguhkan penahanannya (serta juga dibebaskan) melonjak tajam dan mengalir deras. Dan tak dapat dipungkiri juga peran media massa yang memblow-up habis-habisan mengenai kasus ini.

Seharusnya dengan hal ini, para pemimpin negeri ini (termasuk juga para pejabat pemerintahan dan anggota DPR/MPR) semakin tersadarkan, bahwa betapa masyarakat sudah kehilangan kepercayaan terhadap mereka. Jangan anggap rakyat ini bodoh, dan jangan anggap pula rakyat negeri ini berdiam diri saja melihat berbagai kejanggalan, ketidakadilan, dan kezaliman. Rakyat sudah muak dengan semua yang terjadi itu.

Ada empat pilar demokrasi, yaitu yudikatif, eksekutif, legislatif, dan pers. Tiga pilar pertama sudah mengalami delegitimasi hasil kolaborasi dengan pengusaha hitam. Tinggal pers dan MK (Mahkamah Konstitusi) yang masih bisa diharapkan sebagai tumpuan rakyat menuntut keadilan dan menegakkan kebenaran. Sekarang ditambah lagi dengan Parlemen Online alias FB (Facebook) yang tidak mungkin berselingkuh dengan pengusaha hitam, karena forum ini lebih mencerminkan keadilan substantif, bukan prosedural semata.

Hai para pemimpin dan penguasa, sadarlah bahwa kalian dipilih oleh rakyat. Kini saatnya anda menunjukkan kepada rakyat bahwa kalian memang pantas menjadi pemimpin negeri ini. Kalian boleh berkoalisi membohongi rakyat, tapi rakyat mempunyai bahasanya sendiri. Boleh tak ada partai yang beroposisi dan mengontrol terhadap segala macam kebijakan para pemimpin negeri ini, tapi ingatlah bahwa masih ada oposisi dan kontrol dari rakyat negeri ini terhadap para pemimpinnya. Dan ingatlah, kekuatan oposisi rakyat ini sangat besar. Bahkan tiga orang presiden Indonesia telah diturunkan dari tahtanya secara tidak hormat oleh kekuatan oposisi rakyat.

Milan Kundera pernah menyebutkan dalam salah satu tulisannya: "Pergulatan manusia melawan kekuasaan adalah pergulatan ingatan melawan lupa." Karena itu, janganlah lupakan sejarah. [Hanafi Mohan-Ciputat, Kamis-Jum'at, 5-6 November 2009]


Bahan bacaan:
Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Penyunting: A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Penulis: A. Ubaedillah, dkk, Penerbit: Indonesian Center for Civic Education (ICCE) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan The Asia Foundation, Cet. Pertama, 2000, Ed. Revisi-I, 2003, Ed. Revisi-II, 2006.

Sumber gambar: http://www.infed.org/


http://hanafimohan.blogspot.com/

Minggu, 01 November 2009

Musik Senandong Melayu


Selasa malam yang lalu (27 Oktober 2009) tak sengaja ketika pilah-pilih channel televisi, terpilihlah TVRI. Zaman dahulu, mungkin hanya stasiun televisi yang satu ini yang menjadi tontonan segenap masyarakat Indonesia. Tapi kini tentunya sudah sangat banyak pilihan stasiun televisi di negeri Nusantara ini. Sehingga, disadari atau tidak, TVRI seperti sudah tersisihkan dari ruang tontonan masyarakat Indonesia. Tapi tidak bagiku. Kadang-kadang TVRI masih sempat kusambangi ketika menonton televisi, karena bagiku TVRI lah salah satu stasiun televisi di Indonesia yang masih peduli untuk menayangkan keragaman negeri ini. Sedangkan stasiun televisi yang lain sepertinya kulihat lebih banyak menayangkan mengenai Jakarta dan Pulau Jawa. Sehingga pada stasiun televisi yang lain tidak kulihat kemajemukan negeri ini.

Walhasil, kutontonlah TVRI ketika itu yang sedang menayangkan acara Dendang Melayu. Ah…, sungguh inilah salah satu musik favoritku semenjak dari Pontianak hingga kini telah lama bermukim di Jakata. Walaupun telah begitu banyak musik-musik modern yang kugemari, tapi Musik Senandong Melayu sedikit pun tak pernah kutinggalkan dan tak pernah kulupakan. Karena melaluinya, tercetak berbagai nostalgia indah. Dan yang pasti, Senandong Melayu adalah musik asli negeri ini. Bukan hanya negeri ini, melainkan Senandong Melayu adalah musik bersama dalam memori keserumpunan Dunia Melayu, yang di dalamnya terdapat Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, dan Thailand, bahkan hingga ke Madagaskar dan negeri-negeri lainnya yang di sana terdapat puak-puak Bangsa Melayu.

Dari musik Senandong Melayu, tergambarlah betapa terbukanya budaya bangsa para pujangga ini. Hal ini tak lain karena Bangsa Melayu adalah bangsa pelaut dan pedagang yang meniscayakan bangsa ini selalu bersentuhan dengan berbagai macam budaya dan bangsa, tak terkecuali dalam hal bermusik. Dalam musik Senandong Melayu masih dapat kita rasakan pengaruh dari nuansa musik Arabia, musik India, musik Cina, dan tak terkecuali musik Eropa. Namun nuansa musik dari berbagai macam bangsa itu telah dengan apik diramu dan dilebur oleh Bangsa Melayu menjadi sangat bercitarasa Melayu. Contoh yang paling kongkrit adalah pada lagu-lagu Melayu yang digubah dan disenandungkan oleh Allahyarham (Almarhum) Tan Sri P. Ramlee AMN (salah seorang maestro, penyanyi, pencipta lagu, aktor, komedian, dan seniman legendaris Malaysia). Pada lagu-lagunya, kita bisa merasakan nuansa musik Eropa. Kadang lagunya bernuansa Swing, kadang juga bernuansa Salsa, Chacha, Bolero, Jazz, Samba, Latin, Tango, tapi semuanya itu berbalut dalam Senandong Melayu yang begitu kental. Salah satu lagu Allahyarham Tan Sri P. Ramlee adalah lagu yang berjudul “Madu Tiga” yang belakangan dinyanyikan lagi oleh Ahmad Dhani & “The Swinger” dengan warna Swing. Dan memang lagu aslinya yang dinyanyikan oleh Allahyarham Tan Sri P. Ramlee juga berwarna Swing. Belakangan dinyanyikan lagi oleh Ahmad Dhani bersama grupnya dengan warna Rock.

Kembali kepada tayangan Dendang Melayu di TVRI. Dari sisi musik, sebenarnya cukup bagus. Namun sayang, para penyanyinya tak ada yang benar-benar menguasai cengkok (legok) irama Senandong Melayu. Salah satunya bahkan ada yang merupakan penyanyi dangdut (kalau nggak salah merupakan salah seorang personel dari Manis Manja Grup, tapi aku lupa namanya). Dan memang jika kuamati dari beberapa orang penyanyi dangdut yang pernah menyanyikan Senandong Melayu, sangat jarang dari mereka yang bisa menyanyikan Senandong Melayu secara sempurna. Di antara mereka mungkin kebanyakan sangat fasih dan sempurna menyanyikan lagu Dangdut, tetapi ketika mereka menyanyikan Senandong Melayu, maka suara mereka pun berantakan, banyak yang suaranya menjadi sumbang (fals), dan vibrasi suaranya pun tak karuan.

Sekilas memang Senandong Melayu terdengar seperti lagu Dangdut, karena memang pada mulanya irama musik dangdut berasal dari irama musik Melayu. Tapi jika dicermati secara seksama, begitu banyak pula perbedaan antara Musik Senandong Melayu dengan Musik Dangdut yang berkembang kini. Musik Dangdut yang berkembang kini mungkin lebih banyak memasukkan unsur irama dan nuansa Musik India. Termasuk juga dalam lirik lagunya. Lirik lagu Musik Senandong Melayu sangat kental dengan nuansa sastra Melayu semacam syair, pantun, ghazal, dan gurindam. Sedangkan lirik Musik Dangdut kini sangat jauh dari nuansa sastra Melayu.

Jadi, jangan terlalu berharap menemukan spirit Musik Senandong Melayu dalam Musik Dangdut kini. Walaupun begitu, perkembangan Dangdut hingga kini tetap kita apresiasi. Apa yang kita saksikan dari Musik Dangdut kini tak lain merupakan ciri khas bawaan dari Musik Melayu, yaitu keterbukaan. Sehingga wajar jika kemudian kita melihat perkembangan Musik Dangdut kini yang begitu mencengangkan. Musik Senandong Melayu memilih jalan, bentuk, dan perkembangannya sendiri, bahkan hingga kini terus berkembang dan berinovasi. Begitu juga musik yang terlahir dari rahim Musik Senandong Melayu, yaitu Musik Dangdut yang telah memilih jalan, bentuk, dan perkembangannya sendiri yang hingga kini juga masih terus berkembang dan berinovasi.


Sejauh yang kuketahui, setidaknya terdapat beberapa macam jenis Musik Senandong Melayu, yaitu Dondang, Joget, Zapin, dan Senandong. Jika Dondang, Joget, dan Zapin agak rancak, maka Senandong agak mengalun dan mendayu-dayu. Mungkin ada lagi jenis yang lain, tapi itu sepertinya lebih merupakan kombinasi dari keempat macam jenis di atas, atau mungkin gabungan antara yang satu dengan yang lainnya di antara keempat macam jenis tersebut.

Yang berjenis Dondang misalkan lagu berjudul Dondang Dendang yang dinyanyikan oleh Nooranizah Idris (salah saeorang penyanyi Malaysia). Jenis Joget misalkan lagu berjudul Joget Pahang dan juga Joget Berhibur yang dinyanyikan oleh Siti Nurhaliza (juga merupakan salah saeorang penyanyi Malaysia). Jenis Zapin misalkan lagu berjudul Zapin Pusaka yang dinyanyikan oleh Nooranizah Idris dan lagu berjudul Laksmane Raje di Laot (Laksmana Raja di Laot) yang dinyanyikan oleh Iyeth Bustami (salah seorang penyanyi Indonesia). Jenis Senandong misalkan lagu berjudul Patah Hati yang dinyanyikan oleh Siti Nurhaliza dan lagu berjudul Fatwa Pujangga yang kalau tidak salah diciptakan dan dinyanyikan oleh Said Effendi (salah seorang pencipta lagu dan penyanyi Indonesia).

Seorang juri, komentator, dan tutor KDI (Kontes Dangdut TPI) pernah menyatakan bahwa Musik Melayu memang agak berbeda cara menyanyikannya dibandingkan dengan Musik Dangdut. Sehingga menurutnya bahwa yang paling sempurna menyanyikan lagu-lagu Melayu adalah peserta-peserta dari kawasan Sumatera dan Kalimantan yang memang merupakan kawasan berkebudayaan Melayu. Hal ini tak lain karena Musik Melayu telah mereka dengar, cerna, dan akrabi sejak kecil hingga dewasa. Bisa jadi sejak kecil mereka selalu ketika akan tidur selalu dinyanyikan Senandong Melayu. Lain lagi dari sisi pengucapan dan dialek (logat). Karena memang setiap hari mereka selalu berdialek (berlogat) Melayu, maka mereka pun tak canggung lagi ketika menyanyikan lagu-lagu berirama Melayu yang memang di dalamnya kental dengan tuturan Melayu dan sastra Melayu.

Kembali kepada tayangan Dendang Melayu di TVRI yang telah kukatakan di awal bahwa para penyanyi yang menyanyi dan “menyumbangkan--memfalskan” suaranya di acara tersebut sungguh mengecewakan. Bergulirlah terus acara tersebut. Hingga pada penutupan acaranya, para penyanyi tersebut pun bernyanyi bersama-sama, termasuk juga yang ikut bernyanyi bersama-sama tersebut adalah presenternya yang seorang perempuan. Setelah kudengar satu persatu suaranya, ternyata suara presenternya lebih bagus dibandingkan suara penyanyi yang lain. Kudengarkan betul-betul, ternyata presenternya ini cukup menguasai teknik dan cengkok (legok) Musik Melayu. Dalam analisa singkatku, kemungkinan presenter tersebut adalah orang Melayu ataupun orang dari kawasan Sumatera ataupun Kalimantan. Hal ini dapat kuketahui dari caranya bertutur kata yang sangat kental dialek (logat) Melayunya, termasuk juga dia sangat pandai berpantun (dalam tayangan tersebut ada selingan acara berbalas pantun). Akhirnya terpuaskan juga ketika mendengar presenter itu bernyanyi di akhir acara, walaupun di awalnya aku sangat kecewa dengan para penyanyi lainnya yang berdendang di acara ini.

Akhir-akhir ini di Indonesia bermunculan band-band (grup musik) kacangan dan tak berkualitas yang suka membawakan lagu-lagu cengeng dan melankolis. Sebagian kalangan menyebut aliran (genre) musik band-band itu dengan sebutan band beraliran (bergenre) Melayu, Band Melayu, bernuansa Melayu, atau yang lebih menyakitkan lagi menyebutnya sebagai Musik Melayu. Terus terang, aku sendiri muak dengan penyebutan band-band tersebut sebagai band beraliran Musik Melayu. Karena memang kurang tepat jika band-band kacangan dan tak berkualitas tersebut digolongkan bergenre Musik Melayu. Dan aku sendiri pun sebenarnya tidak respek terhadap band-band kacangan dan tak berkualitas tersebut, dan juga tak senang mendengarkan lagu-lagu mereka, serta juga tak senang menonton pertunjukan musik mereka, baik di televisi atau di mana pun saja. Hal ini tak lain karena cara mereka bermusik dan bernyanyi sangat jauh dari spirit Musik Melayu. Lebih tepatnya mungkin dapat dikatakan bahwa band-band Indonesia yang tak berkualitas tersebut lebih cenderung mencontoh band-band dan para penyanyi Malaysia di era 90-an. Bahkan jika dicermati lagi, ternyata kualitas bermusik mereka berada jauh di bawah band-band dan penyanyi Malaysia.

Mengapakah band-band dan penyanyi Malaysia bermusik dan bernyanyi seperti itu? Ini tak lain dan tak lebih karena mereka terpengaruh corak Musik Melayu. Namun hal tersebut bukan berarti musik yang mereka bawakan itu Musik Melayu, melainkan musik yang mereka bawakan itu tetaplah musik Rock, Slow Rock, ataupun Pop. Walaupun begitu, kualitas bermusik mereka (grup musik dan penyanyi Malaysia) sepertinya tetap lebih baik dibandingkan band-band Indonesia kini yang dinamakan sebagian kalangan sebagai band beraliran “Melayu?” tersebut. Ngetopnya mereka (band-band kacangan dan tak berkualitas tersebut) kini kemungkinan besar lebih merupakan minat pasar dan industri musik saja. Kalau tidak percaya, cobalah bandingkan kualitas bermusik band Malaysia seperti Search, Iklim, Slam, UK’s, dan Sting dengan band-band Indonesia kini seperti Kangen Band, ST 12, Hijau Daun, dan The Massive. Jika kita secara objektif membandingkannya, tentulah kita akan mengatakan bahwa band-band Malaysia tersebut lebih berkualitas dibandingkan dengan band-band Indonesia yang cengeng, melankolis, dan yang nggak karuan itu.

Seperti halnya Musik Senandong Melayu dan Musik Dangdut, maka jangan pula berharap menemukan spirit Bahasa Melayu dalam Bahasa Indonesia kini. Walaupun memang tetap kita apresiasi perkembangan Bahasa Indonesia kini yang cukup mengesankan. Hal tersebut tak lain karena ciri khas bawaan dari Bahasa Melayu yang tak lain merupakan asal-muasalnya Bahasa Indonesia. Bahasa Melayu yang sangat terbuka, egaliter, kosmopolis, dan telah menjadi lingua franca di Nusantara ini (termasuk di dalamnya beberapa negara di kawasan Asia Tenggara) kemudian dikembangkanlah hingga menjadi Bahasa Indonesia modern kini yang tak lain merupakan bahasa persatuan, bahasa perjuangan, bahasa ilmu pengetahuan, bahasa resmi pemerintahan dan pendidikan, bahasa sastra, dan bahasa pergaulan Bangsa Indonesia.

Bahasa Melayu memilih jalan, bentuk, dan perkembangannya sendiri, bahkan hingga kini terus berkembang dan lestari di kawasan berkebudayaan Melayu dan juga di negeri-negeri yang terdapat puak-puak Bangsa Melayu bermukim. Begitu pula dengan Bahasa Indonesia yang memilih jalan, bentuk, dan perkembangannya sendiri, bahkan terus berkembang menjadi Bahasa Indonesia yang modern yang siapapun masyarakat Indonesia tak segan-segan dan dengan suka hati bertutur kata menggunakannya.

Inilah setidaknya memori dan kesadaran kolektif kita sebagai bangsa dibentuk., yaitu melalui Musik Melayu dan Musik Dangdut, serta Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia. Dalam hal ini, TVRI menjadi salah satu elemen yang hadir membentuk memori kolektif dan kesadaran kolektif kita sebagai Bangsa Indonesia. Karena itu, tak ada salahnya sekali-kali kita menyempatkan diri menonton TVRI, walaupun memang dari sisi ramuan acara, stasiun televisi yang pertama kali hadir di layar kaca masyarakat Indonesia ini sudah ketinggalan jauh dari stasiun televisi swasta yang kini menjamur bagaikan cendawan di musim hujan. Walaupun kita akui juga bahwa mungkin selama ini TVRI yang kita lihat lebih cenderung berperan sebagai media yang menjadi corong pemerintahan.

Tapi harus tetap kita akui, bahwa mungkin melalui TVRI lah kita bisa melihat keragaman Bangsa Indonesia, sementara melalui stasiun televisi yang lainnya sangat jarang kita lihat kemajemukan bangsa yang besar ini. Mungkin melalui TVRI lah wawasan kebangsaan kita tidak lagi bagaikan "katak di dalam tempurung". Dan yang pasti, melalui TVRI, memori kolektif kita sebagai Bangsa Indonesia akan selalu terjaga, karena hingga kini mungkin hanya TVRI satu-satunya stasiun televisi di Indonesia yang menjangkau seluruh kawasan negeri ini, dari perkotaan hingga ke pedesaan, dari pesisir hingga ke pedalaman, dari daerah pantai hingga ke pegunungan, dan dari hulu sungai hingga ke hilir sungai. [Hanafi Mohan-Ciputat, Jum'at-Sabtu, 30-31 Oktober 2009]


Sumber gambar:
1. ZAPIN: Gambus dan Marwas, http://bangherri.multiply.com/
2. http://melayuonline.com/


http://hanafimohan.blogspot.com/