Selasa, 17 Februari 2009

Obsesi pada Keadilan

Salah satu bahasa politik yang sangat dominan ialah keadilan. Marshall Hodgson ambisius sekali untuk menulis sejarah dunia, tetapi dia mempunyai wawasan yang barangkali untuk orang lain agak aneh, bahwa pusat sejarah dunia adalah sejarah Islam. Karena itu, sebelum menyusun sejarah dunia, dia menyusun sejarah Islam terlebih dahulu. Dalam buku The Venture of Islam (usaha keras perjuangan Islam) sesungguhnya dia ingin mengatakan bahwa Islam itu membawa suatu misi the challenge of Islam, yakni menegakkan keadilan. Hal ini terlihat dari bukunya yang dimulai dengan kutipan Al-Quran, Kamu adalah umat terbaik dilahirkan untuk segenap manusia, menyuruh orang berbuat benar dan melarang perbuatan mungkar serta beriman kepada Allah (Q., 3: 110). Ayat ini menimbulkan suatu etos di kalangan umat Islam yang didorong oleh kewajiban untuk menegakkan keadilan. Jadi, menurut Hodgson, Islam memperoleh keberhasilan yang sangat luar biasa. Namun demikian, seperti dikatakan Fazlur Rahman, Islam menjadi korban dari keberhasilannya sendiri.

Jelas bahwa keadilan menjadi obsesi umat Islam. Tetapi, apa yang disebut keadilan itu bermacam-macam. Harun al-Rasyid, misalnya, diberi gelar al-Rasyîd yang berarti adil karena dia dipandang sebagai pemimpin yang memang adil. Tetapi, seandainya Harun al-Rasyid menjadi raja kita sekarang, barang¬kali setiap hari kita mela¬kukan demonstrasi. Kalau menurut ukur¬an sekarang, Harun al-Rasyid adalah pemimpin yang sangat zalim, karena ia meng¬gunakan uang negara semaunya. Sebagai contoh, ada seorang penyair tiba-tiba membaca syairnya, lalu ia ambilkan uang dari kas negara, seperti dikisahkan dalam Seribu Satu Malam.

Pemerintahannya juga diwarnai kemewahan yang luar biasa. Sebagai ilustrasi, film Mesir mengenai Rabi’ah al-‘Adawiyah. Orang-orang membayangkan bahwa sebuah negara Islam seperti yang dialami Harun al-Rasyid bersih sekali, tidak ada minuman keras dan sebagainya. Padahal, pekerjaan para pejabatnya sehari-hari adalah minum-minum. Sekalipun film itu adalah sebuah rekonstruksi, tetapi karena orang-orang Mesir terlibat baik dengan ini semua, maka mereka berusaha mem¬¬¬-be¬ri¬kan ilustrasi dengan sebaik-baiknya. Jadi, keadilan pun kemudian terikat oleh ruang dan waktu. ***

Sumber:
Sumber: Budhy Munawar-Rachman (editor), Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Sketsa Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, diterbitkan oleh: Mizan, Paramadina, Center for Spirituality & Leadership, 2007/2008

0 ulasan:

Posting Komentar