Rabu, 21 Januari 2009

Harapan Hampa terhadap Obama

Selasa, 20 Januari 2009 menjadi hari yang berbahagia di Amerika Serikat. Diperkirakan hampir tiga ribu orang menyesaki acara pelantikan Barrack Husein Obama di Capitol Hill-Washington DC. Acara pelantikan Presiden Amerika Serikat ke-44 ini menghabiskan biaya kurang lebih 190 juta dollar Amerika, suatu angka yang fantastis untuk suatu acara pelantikan presiden yang katanya termahal dan termeriah dalam sejarah Amerika Serikat.

Acara yang menghabiskan uang begitu banyak ini dilangsungkan di tengah penderitaan rakyat Palestina yang barusan selama tiga minggu dibantai oleh Israel (kini sedang memasuki masa gencatan senjata). Dengan keadaan ini, semestinya pelantikan Obama ini dibuat agak lebih sederhana, sehingga dunia akan lebih empati terhadap Amerika Serikat.

Jika kita dengar pendapat sebagian rakyat Palestina, sepertinya mereka tak terlalu berharap dengan Obama. Ketika terjadi krisis Gaza, Obama cenderung menutup mata terhadap kebiadaban Israel itu. Dan ini terbukti ketika pidato pelantikannya, Obama tak menyinggung sama sekali krisis kemanusiaan di Gaza-Palestina.

Idola Obama adalah Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat yang menghapuskan perbudakan. Ketika itu, Abraham Lincoln menunjuk beberapa orang yang berseberangan dengannya untuk menjadi menteri. Obama pernah mengatakan, bahwa ia akan mengikuti Lincoln dalam hal ini. Hal ini kemudian direalisasikannya dengan menunjuk beberapa orang yang tadinya berseberangan dengannya untuk menjadi menteri. Hillary Clinton yang notabene merupakan rivalnya saat pencalonan presiden pada Partai Demokrat ditunjuknya menjadi Menteri Luar Negeri. Dengan melakukan ini, Obama sepertinya yakin bahwa ia nantinya bisa bekerjasama dengan orang-orang tersebut, dan juga mampu untuk mengendalikannya.

Begitu banyak sekali harapan yang digantungkan rakyat Amerika Serikat terhadap presiden yang baru ini, tak terkecuali juga oleh seluruh masyarakat dunia.

Dari pidato pelantikannya, sepertinya tak terlalu bisa diharapkan akan terjadi perubahan kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat yang cukup berarti. Pidato Obama lebih banyak menyinggung mengenai perbaikan dalam negeri Amerika Serikat, titik tekannya adalah reformasi ekonomi.

Lantas, bagaimanakah dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat?

Mencermati pidato Obama, sepertinya kebijakan luar negeri yang akan dibuatnya tak jauh berbeda dengan pendahulunya. Ancaman terhadap keamanan Israel merupakan ancaman terhadap Amerika Serikat, begitulah yang dikatakan Obama ketika berpidato di AIPAC. Ada memang keinginan untuk menjalin persahabatan dengan seluruh negara, bangsa, dan pemimpin dunia, tapi lagi-lagi dari pidatonya itu, Obama masih sangat memperlihatkan superioritas dan keangkuhan Amerika Serikat.

Ketika menyinggung hubungan dengan negara-negara Muslim, ia sangat mengharapkan terjadinya hubungan yang baik, tapi selain itu dia juga menegaskan, agar negara-negara muslim jangan sampai menimbulkan ancaman terhadap keamanan Amerika Serikat (berkaitan dengan terorisme yang selama ini ditudingkan Amerika Serikat terhadap beberapa negara muslim). Seakan-akan terorisme itu erat sekali kaitannya dengan negara-negara muslim, padahal terorisme bisa dilakukan siapa saja dan oleh negara apapun (tidak melulu harus diidentikkan dengan negara-negara muslim).

Berkaitan dengan persoalan dalam negeri, fokus Obama adalah perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang baru-baru ini mengalami krisis (kontras dengan pelantikan Obama yang meriah dan mahal).

Kini, tak ada yang bisa dibanggakan oleh Amerika Serikat dalam bidang industri. Industri IT (Information Technology) adalah salah satu yang masih bisa diandalkan oleh Amerika Serikat, walaupun kini sudah banyak pesaingnya. Bidang finansial (keuangan) juga merupakan andalan Amerika Serikat. Tapi diketahui bersama, beberapa bulan terakhir ini, bidang finansial juga rontok di Amerika Serikat, sehingga menimbulkan krisis ekonomi yang kini masih mendera negara superpower ini.

Rakyat Amerika Serikat dikenal sebagai orang-orang yang boros. Negara Adikuasa ini merupakan pemakai BBM terbesar di dunia. Sikap boros rakyatnya juga menjadi penyumbang tersendiri terhadap krisis finansial yang mendera Amerika Serikat kini. Karena itulah, Obama mengajak rakyatnya untuk memperbaiki kesalahan kolektif ini.

Pada pidatonya, Obama ingin menunjukkan, walaupun ia Afro-Amerika, tetapi nasionalismenya tak kalah dibandingkan dengan orang-orang Amerika Serikat lainnya, tak kalah dibandingkan dengan presiden-presiden pendahulunya. Dari hal ini, sepertinya Obama akan membuat kebijakan luar negeri yang tak jauh berbeda dengan para pendahulunya. Tak banyak yang bisa kita harapkan pada hal ini.

Obama tentunya nanti akan melakukan berbagai manuver politik luar negeri yang tak jauh berbeda dengan pendahulunya, atau mungkin bisa jadi akan berlebihan dan over acting, karena ia akan berusaha memperlihatkan nasionalismenya pada bagian ini. Maksudnya, bisa jadi kebijakannya terhadap negara-negara muslim dan negara-negara yang dicap sebagai negara teroris menjadi agak lebih keras dibandingkan dengan kebijakan pendahulunya.

Dengan terpilihnya Barrack Husein Obama sebagai Presiden Amerika Serikat, tentunya banyak sekali harapan yang digantungkan kepadanya. Bukan hanya oleh masyarakat Amerika Serikat, melainkan seluruh masyarakat dunia menggantungkan harapan yang begitu besar kepadanya. Terciptanya tatanan dunia baru yang lebih damai dan manusiawi, seperti itulah mungkin harapan semua orang.

Tapi harapan kini tinggallah harapan. Obama hanyalah setitik noktah, hanyalah buih di tengah samudera dunia ini, hanyalah bagian kecil dari Amerika Serikat yang Adikuasa nan Adidaya. Karena itulah, jangan menggantungkan harapan terlalu besar kepada Obama. Tentunya kita tak ingin harapan itu berubah menjadi harapan hampa.
[Hanafi Mohan/Ciputat, 20-21 Januari 2009]

0 ulasan:

Posting Komentar