Minggu, 11 Mei 2008

[Cerpen] Mencari Rumah Tuhan

Di suatu masjid pada suatu Subuh di Bulan Ramadhan, seorang penceramah menceritakan, bahwa pada masa keemasan Islam, di Negeri Baghdad hiduplah seseorang yang bernama Bishir. Ia selalu berjalan tanpa alas kaki. Orang-orang heran melihat kebiasaan Bishir ini. Karena itu, Bishir dikenal dengan nama “Bishir Si Telanjang Kaki”.

Mengenai kebiasaannya ini, pernah orang-orang bertanya kepadanya, “Hai Bishir, mengapa Anda selalu berjalan tanpa alas kaki?”

Lalu dijawab Bishir dengan lugas, “Aku tak lain hanya menghormati rumah Allah. Bukankah bumi ini adalah rumah Allah? Dan kita sudah selayaknya tidak menginjakkan alas kaki di rumah Allah ini.”

Begitulah Bishir Si Telanjang Kaki, yang segenap penjuru bumi ini adalah rumah Allah baginya.

Suatu ketika, seorang sahabat dekatnya yang sedang berjalan di jalanan Kota Baghdad melihat seekor keledai membuang kotorannya di jalan. Melihat itu, spontan ia berucap, “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.”

Ucapan sahabat dekat Bishir itu tanpa sengaja didengar oleh seseorang. Tak ayal lagi, orang itu pun bertanya keheranan kepada sahabat dekat Bishir itu, “Tuan, mengapa anda mengucap innalillah? Sedangkan yang anda lihat itu adalah suatu yang lumrah saja.”

“Jika ada makhluk di muka bumi ini dengan sembarangan membuang kotorannya di jalanan, berarti Bishir Si Telanjang Kaki sudah tiada,” perjelas sahabat dekat Bishir itu.

Benarlah adanya, pada hari itu Bishir Si Telanjang Kaki memang telah meninggal dunia.

Begitulah Bishir Si Telanjang Kaki yang memiliki kecintaan yang amat tinggi kepada Tuhannya, tutur Si Penceramah dengan suaranya yang hening, sejuk, dan tak terlalu keras, tapi sepertinya begitu memukau bagi para jamaah untuk mendengarkan ceramah yang damai dan begitu menggugah hati itu.

Kemudian penceramah itu kembali bertutur dengan suaranya yang tidak terlampau pelan, namun juga tak begitu nyaring.

Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Ya Rasulullah, di manakah kita bisa mencari rumah Tuhan?”

Lalu dijawab oleh Rasulullah, “Carilah rumah Tuhan melalui orang-orang yang hancur hatinya, yaitu orang-orang yang lemah dan teraniaya hidupnya. Dari merekalah rumah Tuhan akan didapatkan.”

Ceramah Subuh itu pun terus mengalir dengan khidmatnya, tak terkecuali seisi masjid yang terus setia mendengar ceramah itu. Si Penceramah pun terus menuturkan ceramahnya yang menggugah seisi masjid itu.

Tersebutlah kisah seorang guru dengan tiga orang muridnya. Suatu hari, Sang Guru memerintahkan kepada ketiga muridnya itu untuk mencari rumah Tuhan. Tentu saja ketiga orang muridnya tersebut menjadi bingung mendapat perintah seperti itu. Namun, sebagai bukti ketaatan kepada Sang Guru, ketiga orang murid tersebut pun melaksanakan perintah gurunya itu, walaupun perintah tersebut sepertinya tidak masuk akal dan akan sulit untuk dilaksanakan.

Berjalanlah ketiga orang murid tersebut menyusuri pelosok kota. Berdasarkan pesan guru mereka, bahwa tanyakanlah kepada orang-orang yang hidupnya miskin. Karena itu, mereka mencari orang miskin yang ada di seluruh kota tersebut. Ketika melewati suatu jalan di kota tersebut, mereka pun bertemu dengan orang yang menurut perkiraan mereka sesuai dengan pesan gurunya untuk ditanyai di mana rumah Tuhan. Orang yang dimaksud itu pakaiannya compang-camping, lusuh, dan di pundaknya tergantung bungkusan dari kain yang juga lusuh yang entah apa isinya.

Bertanyalah salah seorang murid kepada orang itu, “Apakah Tuan tahu di mana letaknya rumah Tuhan?”

“Anda mungkin salah menanyakan hal tersebut kepada saya. Cobalah anda tanyakan kepada orang yang ada di ujung jalan ini, mungkin ia tahu,” jawab orang yang compang-camping itu.

Ketiga orang murid tersebut kemudian berjalan lagi menyusuri jalanan kota. Hingga beberapa saat kemudian mereka menemukan lagi orang yang mereka rasa cocok untuk ditanyai. Kondisi orang tersebut hampir serupa dengan orang yang pertama mereka temui sebelumnya. Dan mereka juga menemui kegagalan lagi. Orang yang mereka temui itu tak lebih hanya menyarankan untuk menanyakan kepada orang yang mungkin lebih menderita lagi dari dirinya.

Selanjutnya, ketika menemui orang ketiga, kejadian yang sudah-sudah kemudian terulang lagi. Rasanya mereka ingin menyerah saja dari tugas tersebut, karena selalu menemui kegagalan setelah beberapa orang mereka temui sesuai dengan ciri-ciri yang dikatakan oleh guru mereka. Namun apa mau dikata, bahwa ini semua adalah tugas yang harus mereka kerjakan sebagai bukti bakti mereka kepada guru mereka yang selama ini telah memberikan ilmu.

Kemudian, sampailah perjalanan mereka pada suatu perkampungan yang boleh dikatakan sebagai perkampungan kumuh. Mereka berharap, mudah-mudahan di perkampungan itu akan menemukan apa yang mereka cari. Setelah bertanya-tanya kepada orang-orang di sekitar perkampungan itu, mereka pun mendapatkan informasi mengenai seorang wanita janda miskin yang hidup bersama lima orang anaknya yang masih kecil-kecil. Tak ayal lagi, mereka pun mencari rumah janda tersebut. Menurut informasi yang mereka dapatkan, bahwa rumah janda tersebut hanyalah sebuah gubuk kecil yang apabila panas tak dapat menahan teriknya sinar matahari, apabila hujan tak dapat menahan derasnya guyuran air hujan, dan apabila angin bertiup dengan kencangnya maka gubuk janda tersebut juga tak dapat menahan kencangnya hembusan angin.

Sesuai dengan informasi yang telah didapatkan, mereka pun segera mendatangi rumah janda yang dimaksud yang terletak pada suatu sudut di kampung yang mereka datangi itu.

Pas berada di depan gubuk janda itu, mereka pun mengucapkan salam. Tak lama, terdengarlah jawaban salam dari dalam gubuk. Dan tak lama kemudian, keluarlah penghuni gubuk tersebut. Seorang perempuan dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil.

“Ada apakah gerangan Tuan-Tuan ini mendatangi kediaman kami?” tanya si penghuni gubuk itu kepada ketiga orang pemuda.

“Ibu, berdasarkan informasi yang kami dapat, bahwa di rumah ini berdiam seorang janda miskin dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil?” tanya salah seorang pemuda.

Terdiam ibu itu sejenak, kemudian ia menjawab, “Mungkin benarlah kiranya informasi yang Tuan-Tuan dapat itu.”

“Dan ibu ini siapa?” tanya salah seorang pemuda lagi.

“Sayalah janda miskin yang dimaksud itu,” kemudian ia melihat ke arah anak-anaknya, “dan ini adalah anak-anak saya. Sebenarnya apakah maksud kedatangan Tuan-Tuan ini?”

“Ibu, kami sedang mencari rumah Tuhan. Menurut Guru kami, untuk mencarinya tanyakanlah kepada orang-orang miskin. Kalau Ibu adalah orang termiskin di kampung ini, tentunya Ibu tahu di mana rumah Tuhan?”

Keadaan hening sejenak. Terasa ada sesuatu yang berat akan keluar dari mulut janda miskin itu, seberat hidup yang dijalaninya. Sedangkan ketiga orang pemuda tetap dengan setia menanti jawaban dari janda miskin itu.

Dengan mata yang berkaca-kaca, meluncurlah jawaban dari mulut janda miskin itu, “Bagaimana mungkin Tuan-Tuan ini bisa mendapatkan rumah Tuhan, sedangkan para penunjuk jalannya saja tak pernah Tuan-Tuan pedulikan dan tak pernah Tuan-Tuan perhatikan.”

Tersadarlah ketiga orang pemuda tersebut akan kekhilafan mereka.

Begitu mudahnya kita mencari rumah Tuhan, tegas Si Penceramah. Namun kita lebih sering lupa dan tak peduli kepada para penunjuk jalannya yang begitu banyak di sekitar kita. Kemudian Si Penceramah langsung menutup ceramahnya dengan mengucapkan salam.

Ketika ceramah berakhir, seisi masjid terlihat terus setia untuk mendengarkan ceramah yang kini sudah usai.

Ketika keluar dari masjid, terlontar ucapan dari seorang jamaah, “Sangat jauh perangai kita dari Bishir. Jangankan berjalan tak memakai sandal, malahan sandal yang kita pakai bahkan hingga masuk ke dalam masjid. Tak secuil pun akhlak kita seperti akhlaknya Bishir,” lalu orang itu pun mengambil sandalnya yang diletakkan di pelataran masjid, untuk kemudian segera berlalu bersama-sama dengan jamaah yang lainnya. [::]


- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Hanafi Mohan
Ciputat, September 2007-Februari 2008
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -


Sumber Gambar: http://belahmanukan.blogspot.com/


Tulisan ini dimuat di: http://www.hanafimohan.com/

0 ulasan:

Posting Komentar